SUMBAWA– Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama instansi terkait dan Asosiasi Pengusaha Tambak untuk membahas persoalan pelik seputar perizinan tambak udang yang dinilai belum tertib. Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi II, I Nyoman Wisma, mengungkap data mengejutkan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa sekitar 90% tambak udang di Sumbawa diduga belum memiliki izin resmi.
Rosihan dari Institut Transparansi Kebijakan (ITK) Sumbawa mengungkap data pelanggaran izin tambak di berbagai wilayah. Ia mendesak tindakan tegas terhadap pelanggaran izin AMDAL, IPAL, izin pantai, dan konstruksi jaringan listrik. DPRD pun menuntut klarifikasi dari dinas terkait serta penegasan atas rekomendasi bersama sebagai upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tambak.
Perwakilan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Wati Sudarman, menyampaikan bahwa pihaknya hanya menerbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem OSS, sementara izin lanjutan diterbitkan setelah pengusaha memenuhi seluruh persyaratan. Fokus awal difokuskan pada perusahaan tambak di dua kecamatan dan tiga desa, sebagian masih menunggu proses pembayaran PNBP.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Rahmat Hidayat, menekankan pentingnya persyaratan dasar perizinan seperti KKPR dari Dinas PUPR dan izin lingkungan dari Dinas LH. Kabid Perikanan, Naeli Zakiyah, menyampaikan bahwa sebagian tambak yang menjadi sorotan ITK masih berupa lahan kosong meski izin teknis telah dikeluarkan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Syafruddin Nur, menyatakan bahwa persoalan perizinan tambak sudah lama terjadi. Sesuai kesepakatan dengan KPK, diberikan waktu enam bulan kepada pelaku usaha untuk melengkapi izin lingkungan, dan jika tidak, operasional akan dihentikan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Tambak, H. Nurdin Marjuni, menyampaikan bahwa dari lebih 180 tambak, hanya sekitar 95 yang masih aktif. Banyak tambak mengalami pasang surut hingga tutup. Saat ini, sekitar 70 tambak beroperasi atau sedang memulai kembali, sebagian besar dalam proses perpanjangan izin. Ia menekankan bahwa sistem online justru mempersulit karena banyaknya jenis izin lintas instansi dari desa hingga pusat.
Asosiasi sepakat untuk mengikuti tenggat waktu dari KPK, yakni enam bulan hingga 10 September 2025. Namun, kendala di lapangan seperti pembangunan IPAL yang memakan waktu dan terkendala cuaca menjadi tantangan tersendiri.
Menutup rapat, Ketua Komisi II DPRD, I Nyoman Wisma, meminta Pemda mengawal penegakan hukum sesuai kesepakatan dengan KPK dan Asosiasi Pengusaha Tambak. Ia menegaskan pentingnya monitoring, evaluasi, serta pembinaan terhadap pengusaha tambak agar sektor ini dapat berjalan legal dan mendukung PAD. (IM)
COMMENTS